Diskredit Universitas Negeri dan Swasta


Diskredit atau dari kata mendiskreditkan (v) yang artinya (berusaha untuk) menjelekkan atau memperlemah kewibawaan seseorang atau satu pihak tertentu. Dari definisi tersebut terlihat ada pihak tertentu yang ingin menjatuhkan pihak lain secara verbal atau tindakan konkrit.
Banyak sekali manusia-manusia yang mendiskreditkan orang lain dengan cara formal maupun informal dengan dalih tidak mau kalah saing atau memang ada dendam pribadi. Bahkan bisa dilihat yang sekarang sedang hits banyak pihak-pihak yang saling menjatuhkan secara terang-terangan di berbagai media. Hal ini menyentil saya tentang arti humanisme, yang apakah "masih" kita miliki.
Contoh lucu yang pernah saya alami tentang mendiskreditkan orang lain yaitu ketika saya sebut saja X. Dia merupakan salah satu lulusan terbaik sebuah Universitas ternama di Kota Y. Saya sebut terbaik, karena memang dia yang bilang begitu bahwa universitasnya sangatlah bagus dan menghasilkan lulusan-lulusan terbaik. Pada suatu ketika, tanpa sengaja dia melihat IPK saya dan tecengang tanpa pernah saya memperlihatkan bahkan memamerkan padanya. Kemudian langsung tanpa pikir panjang, meluncurlah kata-kata kalau alumni dari kampus swasta memang harus memiliki IPK tinggi agar bisa mendapatkan pekerjaan, karena universitas swasta lebih kecil memiliki peluang untuk diterima dalam bursa lowongan kerja. Tanpa pikir panjang lagi, dia mengatakan bahwa kredibilitas Universitas Swasta di Indonesia masih dipertanyakan, jadi mahasiswa di Universitas Swasta memang wajar memiliki IPK tinggi, sudah barang tentu akan kalah saing kalau dengan universitas negeri yang jadi alumninya. Baiklah.
For your information, saya merupakan lulusan D3 UGM dan S1 UMS. Kalau dikatakan maka saya merupakan blasteran alumni kampus negeri dan swasta, itulah sebabnya saya berani mengomentari sikap diskredit dari X tentang bagaimana dia memandang Universitas sebagai tempat menghasilkan lulusan siap bekerja. Sepengalaman saya yang pernah bekerja selama hampir 1 tahun selepas lulus S1 di sektor swasta hingga akhirnya melanjutkan S2. Perkataan X tersebut merupakan pemikiran klasik anak negeri yang belum pernah mengecap lika-liku dunia kerja.
Bagi saya lucu, ketika nanti kalian masuk dalam dunia kerja bukan dari mana Universitas kamu berasal, maka kamu akan lebih cepat memperoleh kerja, tapi skill apa yang bisa kamu tawarkan. Mungkin, link untuk mendapatkan pekerjaan akan lebih mudah ditemukan ketika senior Universitas kalian bekerja di sektor tersebut. Kemudian saat wawancara kerja atau seleksi, akan dilihat IPK dan pengalaman yang kalian punya. Tapi, setelah itu yang lebih berharga dari selfish dan egoisme keunggulan Universitas kalian adalah team work! bekerja dalam sebuah tim untuk mencapai tujuan perusahaan. Di perusahaan tersebut, bukan hanya bidang ilmu dari jurusanmu saja tapi berbagai bidang ilmu dan tentu bukan hanya dari Universitasmu saja. Okelah kalian lulusan Universitas Negeri dengan peringkat sekian atau bahkan peringkat dunia dengan IPK tinggi pula. Tapi, apa menjamin kalian lulus langsung mendapatkan kerja? TIDAK!
Lalu kalau kalian tidak segera dapat pekerjaan, apakah Universitas kalian akan membela-bela kalian menggotong-gotong IPK tinggi kalian untuk segera diterima di sebuah perusahaan. Kalau kalian beruntung IYA, tapi hampir 98% dengan sangat mohon maaf saya bilang TIDAK sekali lagi! lalu apa yang kamu banggakan dengan mendiskreditkan kegengsiannya tersebut?
Salah satu pengalaman saya tersebut, bisa dilihat kalau anak negeri ini masih banyak terkontaminasi doktrin peringkat berapa sih universitasnya? negeri bukan? jurusannya gimana?
Setelah lulus kalian punya kesempatan yang sama untuk mengecap kerasnya dunia kerja sesuai bidang yang kalian miliki, tapi sungguh tak elok mendeskreditkan orang lain dengan mengecap dari mana dia berasal. Saya bangga jadi lulusan negeri maupun swasta, bahkan team work, skill, pengalaman kecakapan berbicara secara akademis lebih saya temukan dan peroleh ketika berkuliah di Universitas Swasta. Pengalaman rohani/keimanan untuk melihat ilmu sebagai perspektif passion kepada Pencipta dan bukan hanya kewajiban akademis pun demikian.
Mendiskreditkan orang lain bukan hanya dalam bentuk verbal seperti yang saya contohkan barusan, banyak hal terjadi di sekeliling kita. Dalih ingin menjatuhkan manusia lainnya dengan tidak elegan. Bagi saya pribadi, ketika seseorang mendiskreditkan orang lain menandakan ketidakmampuan dan ketidakmapanan jiwanya menerima prestasi/ide/gagasan/tanggapan orang lain terhadap masalah atau fenomena yang dihadapi.  

Majulah tanpa menyingkirkan orang lain
Naiklah tanpa menjatuhkan orang lain
dan Berbahagialah tanpa menyakiti orang lain
Keep open minded and your passion!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DenoSa ~ Dewi Novita Sari

Welcome to Poland!

You Can Call Me Anything You Want