Chapter 1. Winter di Gobi


Suatu ketika ada seorang gadis yang dilahirkan di iklim tropis berpindah tempat di bagian belahan dunia lain, disambut dengan senyum angkuh musim dingin.
"-3 derajat hari ini," kata salah seorang teman.
Gadis itu sudah mempersiapkan segalanya. lebih dari segala yang bisa dia kerahkan. Selimut, Jaket yang dilapisi bulu tebal berurai di tiap sisinya bagai bulu beruang, boots diatas lutut, kaos kaki hitam yang masih tertera kalimat "thermal socks", syal tebal hasil perburuannya ke toko secondhand terdekat dan tentu saja kesukaannya sepotong coklat wawel berlapis selai strawbery serta pasokan bubuk coklat.

Seperti tentara yang akan diberangkatkan ke medan pertempuran, dia telah mempersiapkannya seakan tiada kata kematian untuk pertempuran kali ini. Pertempuran melawan winter yang baru pertama dilewatinya.

00. 35 tepat di hari ulang tahunnya yang ke-24 salju turun untuk pertama kalinya. Dia masih terjaga. Hal ini sengaja dilakukannya, karena hampir selama 24 kali dia melakukan hal yang sama. Terjaga di pergantian hari ulang tahunnya hanya untuk berdoa, berterima kasih pada Tuhannya atas semua yang telah dilewatinya.
Tahun ini berbeda, salju yang hanya tercipta di alam imajinasi dan mimpi bisa dia lihat lekat-lekat di depan jendelanya. Benar-benar putih bagai limpahan kapas yang dihamburkan. Matanya berkaca dan mengatakan dalam hati
Hari ini adalah hariku. Aku selalu bahagia menyambut hariku.Tapi aku tidak merasa hangat.
Semua telah aku beli, aku pakai hari ini, tapi aku tetap merasa dingin. Apakah aku salah membeli perlengkapan musim dingin?

Keesokan harinya semua bangunan dan pepohonan berubah menjadi putih. Di beberapa jalan bongkahan es masih terlihat. Gadis itu keluar dari sarang hangatnya dan memberanikan diri berjalan keluar. Tentu saja dengan 4 lapis baju barunya ditambah dengan jaket keluaran eropa. Dia menuju sebuah taman yang ketika autumn begitu indah dinikmati.

 Autumn mengajarkannya untuk ikhlas mencintai, seperti daun yang begitu bahagia menggugurkan daunnya untuk mencium tanah, kecintaannya. Sekalipun rasa sakit dan layu menggumpal di hatinya tapi pepohonan dan angin selalu mengatakan,
"Cobalah tahun depan, aku akan membantumu tumbuh lagi agar bisa mencium tanah," kata pepohonan.
"Cobalah lagi, aku akan membantumu jatuh dari pohon untuk bertemu kecintaanmu," kata angin.
Daun mencoba tumbuh tahun berikutnya dan di saat yang tepat dia akan membunuh dirinya sendiri agar bisa bersama dengan tanah. Begitulah seterusnya, cinta daun pada tanah seperti puisi yang tak pernah tersampaikan. Penuh dengan penantian panjang tanpa sebuah pembalasan. Beberapa saat dia bertemu dengan tanah, di saat itulah dirinya akan membusuk dan berpasrah untuk melebur ke dalam tanah.

Beberapa saat dia sampai, dia merasa sangat dingin menusuk ke arteri dan venanya. Kolam di sekitar taman mengkristal. Burung merpati yang sering bercumbu di sekitar kolam kini hanya mampu meringkuk di sela-sela pohon maple. Di hari itu air matanya keluar perlahan menyeruak ke pipi merahnya yang tertusuk suhu -7 derajat. Ada sebuah ruang kosong yang belum dia temukan yang membuatnya selalu merasa dingin.
Kenapa aku tiba-tiba menangis? dingin ini begitu menyiksaku. Bukan.. pasti bukan karena pakaianku. Badanku hangat, tapi kenapa aku masih sering merasa kedinginan..

Pergulatan dengan batinnya membuat air matanya semakin deras mengalir bagai sungai Indus dari lereng es Himalaya utara. Hatinya bukan membeku namun benar-benar telah berubah gersang bak Bayanhongor bagian timur gurun Gobi yang akan tertutup salju. Dingin yang ada di luar dirinya bagai selabung filamen yang membungkus tiap kerongkongan hati gadis ini. Tak ada satu katapun yang bisa dia ucap bahkan pada dirinya sendiri. Tak satupun.

Hal-hal yang dianggap teduh kini menyerang balik kaptennya. Hati yang dulunya hangat seketika ikut mengkristal dan menombaki tiap jengkal langkah gadis itu. Dia hanya tersedu. Segala persiapan untuk pertempuran agar tidak mati pun hanya sebuah isapan jempol bayi yang tak sampai dikatakan dirinya sendiri. Semua itu sia-sia.

Dari riak-riak air yang masih mempertahankan dirinya sebelum membeku, ditatapnya perlahan. Tampak seorang gadis berkacamata dengan hidung kemerahan. Tiba-tiba riak itu bergerak perlahan dan bertanya 1 pertanyaan padanya.
"Apa kau kesepian?"





-to be continued-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DenoSa ~ Dewi Novita Sari

You Can Call Me Anything You Want

Welcome to Poland!