Saya Dapat Beasiswa, Dan Saya Di Bully


Saya menulis tulisan ini ketika ada kuliah lapangan di tengah hutan Miedzyzdroje perbatasan Polandia-Jerman. Tak banyak yang bisa saya ungkapkan selama seminggu berada disini, tak ada wifi, jauh dari keramaian, dan parahnya tidak ada toko. Neraka, lebih tepatnya. Dan saya ingin ceritakan kepada kalian se-pahit pahitnya hidup saya merantau disini.
Berharap kalian yang mungkin ingin tinggal dan mencari beasiswa ke Polandia berpikir ulang bukan masalah pintar tidaknya kalian, tapi mental.  sekali lagi mental!
Baiklah..
Saya tinggal di Polandia sudah hampir 2 tahun, dan pasti semua orang tahu betapa sulit bahasa Slavik yang harus saya pelajari. Sedikit demi sedikit saya mengerti apa yang mereka dan dosen saya bicarakan di kelas. Ditulisan kali ini saya bukannya ingin memberi ujaran kebencian atau ketidaksukaan saya terhadap negara ini. Saya suka negara ini.. Tapi, mungkin saya hanya ingin share cerita saja sebagai pembelajaran bagaimana kita sebagai manusia mengerti apa yang dinamakan toleransi.

Saya datang dari keluarga muslim, berjilbab, dan menjalankan syariat ajaran semampu yang saya bisa. Datang baik-baik ke Polandia dengan niat belajar karena memang pemerintah Polandia memberikan beasiswa kepada saya. Dikelas Master Geoinformacja terdapat 12 murid (sedikit karena memang jurusan specialist) dan hanya ada 2 laki-laki.
Awalnya saya datang di winter 2017 mereka melihat saya aneh karena menggunakan jilbab, baiklah mereka masih bisa memahami karena mungkin dikiranya dingin. Di musim semi dan panas, mereka tambah aneh melihat saya yang tetap menggunakan jilbab. Mereka katakan 'kamu kalo di kelas datang berjilbab, kalau di rumah kamu telanjang ya..' hahhahaha tawa mereka lantang mengejek saya.
 ***

Saat natal datang, saya memberikan kado kepada semua teman di kelas, semuanya saya bungkus rapi satu-satu, dan mereka gembira menerima hadiah saya. Berbeda situasi saat ramadan dan idul fitri tiba, mereka mengatakan saya bodoh karena mau berpuasa 18 jam tanpa makanan dan air.  
Entah pembicaraan apa yang sering mereka lakukan dibelakang saya, tapi yang pasti lambat laun mereka semakin sering membully saya secara terang-terangan.
Memang, party dan minum alkohol adalah salah satu kebudayaan mereka. Malam hari selama seminggu kuliah lapangan mereka mengajak (*mungkin memaksa) saya minum-minum padahal mereka tahu bahwa saya harus beribadah 5 kali sehari dan tidak diperbolehkan minum alkohol.
Hari pertama saya menolak ajakan mereka ke pantai untuk minum, saya pura-pura tidur saat mereka pulang. Kemudian saat pulang mereka mengatai saya dengan dupa, chuj, kurwa, dan sebagainya yang berarti dalam bahasa indonesia bok*ng, pe*is, baj**ngan. Saya masih pura-pura tidur saat mereka memfoto saya dengan pantat salah seorang teman saya dihadapkan muka saya.
Dalam diam saya menangis.
 ***

Tidak itu saja, dalam kuliah lapangan ini kami dibagi dalam beberapa kelompok, saya mencoba bertanya apa yang harus saya lakukan, apa yang perlu disurvey, apa yang bisa saya kontribusikan, saya mencoba aktif menanyakan tugas final untuk lapangan ini. Dan apa yang saya dapat? Mereka tidak ada yang mau membagi tugasnya dengan saya. Mereka kerjakan sendiri, saya diminta tidak ikut campur. Baiklah saya menghindar, saya diam dan hanya mendengarkan mereka berdebat untuk memecahkan masalah.
 ***

Jujurlah, kita sebagai anak bangsa dalam segi otak tidak ada beda dengan mereka bahkan lebih mampu dalam urusan akademik. Saya pun mention ke pemberi beasiswa saat beberapa hari lalu mewawancarai saya untuk evaluasi beasiswa; bahwa nilai saya baik tidak ada yang mengulang, tapi saya tidak menyukai cara orang kalian memperlakukan kami sebagai orang asing utamanya memang kami yang dari kecil dididik dengan norma dan ajaran agama.

Kuliah di luar negeri memang bagi banyak orang terlihat menyenangkan, saya tidak pernah melarang siapa pun untuk mencari beasiswa atau bersaing dengan orang di luar sana. Silahkan! maksimalkan potensimu! Tapi, sebelum kalian apply untuk kuliah di luar, saya memberi pertanyaan untuk kalian:
Siapkah kalian bila diajak untuk mabuk-mabukan dengan dalih budaya luar?
Siapkah kalian kadang diperlakukan sangat berbeda karena pakaian kalian?
Siapkah kalian kadang menangis sendirian saat benar-benar down karena tak paham dengan keadaan?
Siapkah kalian menolak dari hal-hal yang kalian anggap itu memang salah?
Siapkah hati kalian mengerak dan membeku sendirian?
Kalau jawabannya siap untuk mengambil resiko.. Yes, You can try that, and maybe like me!



















Komentar

  1. 😭😭😭😭 ngga tegaaaaaaaa

    BalasHapus
  2. Sabar mbaak, maafkan dan doakan yang terbaik

    BalasHapus
  3. mba ada kontak yang bisa dihubungi gak?? siapa tau nanti bisa ketemu di poland

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DenoSa ~ Dewi Novita Sari

You Can Call Me Anything You Want

Welcome to Poland!