Puisi untuk Mamah


Mah,
malam ini tepat jam 23:49 UTC waktu bagian Eropa tengah aku banyak merenungkan tentang hubungan kita. Tentang hubungan seorang ibu dan anaknya. Selama hampir 25 tahun ini engkaulah matahari kami di rumah. Menyinari tiap langkahku, memberi kehangatan, tapi kadang engkau juga terlalu terik menyengat atau redup di tutup mega.

Mah,
Bagaimana kabar mamah di sana? apa selalu sehat? aku harap begitu. Maafkan aku yang cuma bisa berharap mamah selalu sehat, karena memang mamah jarang menghubungiku dari jauh sana. Dalam setiap malamku selalu mendoakanmu dari jarak 10.779 kilometer persegi. Aku sering tidur larut disini mah, mungkin batas dangkal pikiranku mengatakan,

,beda waktu dengan Indonesia 5 jam, saat disini malam disitu sudah pagi. Jadi, kalau aku tidur larut mamah pasti sudah bangun untuk menyiapkan sarapan. Mungkin nanti mamah atau teman-temanku akan mengucapkan selamat pagi atau semangat atau ucapan apapun ala kadarnya untukku. Setidaknya kalau mamah tidak memberi kabar padaku, aku bisa menutup mata dan merasakan atmosfer rumahku di pagi hari'

Mamahku memang kadang terlalu sibuk, kadang adzan subuh mamah sudah berangkat untuk mendandani pengantin kalau ada orderan atau menjahit gaun pengantin disela-sela sore harinya. Belum lagi mamah harus memasak dan mengurus kucing-kucingku. Kadang mamah juga harus berkumpul dengan ibu-ibu desa untuk pengajian atau tahlilan tiap malam senin. Aku tahu itu melelahkan.

Mah.
Bolehkah aku bercerita tentang masa kecilku lagi? karena kutahu kita berempat sering sindir-menyindir tentang masa kecilku yang sangat masyaalloh bandel katamu, bahkan lebih bandel dari Papah dan Adek. Dulu mamah sering memukuliku dengan kembang pete karena hobiku berenang di kali, sering juga mamah mengguyurku dengan air dingin karena aku tidak suka mandi, mamah juga sering membentak dan mengatakan aku bodoh saat nilai matematikaku kelas 4 SD berangka 5. Mamah suka sekali mendandaniku untuk perlombaan model yang sangat tidak aku sukai. Mengerik alisku, meng-hair spray rambutku, memerahkan bibirku dengan lipstik, dan memberikan eyeshadow warna-warni di kelopak mataku. Aku tahu mamah punya ambisi tentang masa depanku. Dan aku menerima itu asal mamah senang.

Mah,
Aku disini baik-baik saja.
Mungkin badanku agak sedikit kurus dan sering kelaparan saat malam. 46 kg sekarang beratku, berat paling ekstrim yang pernah kudapatkan dalam kurun waktu 7 tahun ini. Kadang aku kurang tidur karena memikirkan rumah, mamah, teman-teman, dan kehidupanku dahulu.

Mah,
Bagaimana kabar mamah setelah hampir 1 tahun kita tidak bertemu? Apa sesekali pernah mamah merindukanku? Kenapa jarang sekali mamah menghubungiku lebih dahulu? Mungkin mamah lebih tertarik dengan kehidupan percintaanku dan senang ketika mendengarkan cerita tentang lelaki A B C yang mendekatiku. Lebih dari itu, apa mamah benar-benar merindukanku? Merindukan aku sebagai anakmu yang membutuhkan dukunganmu untuk menjalani hari-hari sendiriku disini. Aku mungkin tidak bisa memasak seenak mamah, membersihkan kamar serapi mamah, dan disiplin bangun pagi seperti mamah. Tapi, aku berusaha melakukannya sendiri disini.

 Mah,
Apa engkau bahagia kalau aku tidak ada di rumah karena tidak ada yang bisa dimarahi?
Dalam hatiku aku sangat ingin kau bahagia bagaimanapun caranya. Mungkin satu-satunya cara adalah melihatku bisa berkuliah di negeri orang, meskipun aku sering menangis sesak merindu pulang. Tapi, aku diam dan tak pernah berani berkata tentang keinginanku untuk selalu pulang padamu. Aku tidak pernah mau mamah dicemooh oleh keluarga kita yang lain, kalau anaknya bodoh dan tidak berprestasi hanya karena mamah dan papah dulu tidak berkesempatan berkuliah. Aku selalu ingin menampar orang-orang seperti itu untuk mamah, orang yang membuat mamah sedih dan berkecil hati. Doa dan ketegasanmu padakulah yang membuatku bisa bertahan disini.

Mah,
Suatu saat ketika tidak ada waktuku untuk bersamamu lagi, mohon maafkan aku. Sekiranya selama ini aku tidak bisa seyogyanya membahagiakanmu, memenuhi semua keinginanmu, mengantarkanmu kemana saja, atau menceritakan seluruh kesedihan dan kegembiraanku padamu. Beberapa hal tidak bisa kuungkapkan padamu. Hanya selarik puisi yang ingin disampaikan seorang anak pada ibu yang mengandungnya selama 9 bulan.

Engkau adalah orang pertama yang mau berbagi denganku
Memberikan sebagian tubuhmu untuk tempat berlindungku
Menina bobokan dalam rengekan malamku
Mengusap peluh di hari terikku

Kau adalah terang
Saat gelap menjadi sahabat
Senja yang selalu ditunggu oleh pagi
Bunga diantara daun gugurku

Ada elegi atas ketidakberdayaan jangkauan tangan
Di sela-sela rindu yang semakin menyambuk
Terletak di dalam gunung es dekat samudera
Kecil terlihat, namun semakin dalam menganga 

Aku ingin menjadi bayimu lagi
Merengek saat kau tinggal pergi
Bercerita tentang keceriaan, kehidupan, atau kepiluan
Mendongeng di malam hujan

Ada sekat antara kita yang sulit dirobohkan
Seperti batas antara cakrawala dan ujung langit
Disana terdapat surga
Dan aku masih berharap untuk melihatnya

Bila waktuku atau waktumu memanggil
Ijinkan aku meminta maaf terlebih dahulu
Ijinkan aku berterima kasih terlebih dahulu
Sebagai orang yang pertama melihatmu di bumi

Terima Kasih, Ibu




 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DenoSa ~ Dewi Novita Sari

You Can Call Me Anything You Want

Welcome to Poland!